Rabu, 02 November 2016

cerita islam

Pemilik Kebun
Matahari yang terbit dari sebelah timur tanpa mendung mengumumkan kedatangan sebuah pagi yang baru. Semesta alam menghirup angin pagi yang sepoi-sepoi, dan orang-orang mukmin pun melihat keagungan Allah pada makhluknya.
Keagungan tersebut adalah matahari yang terbit dengan sinar keemasannya yang hampir-hampir merenggut pengihatan,  setelah sebelumnya pada waktu malam tidak terlihat karena berada di belahan bumi yang lain.
Juga langit yang cerah seolah sedang membanggakan kebiruannya yang tak tercampuri awan; serta suara-suara burung yang memenuhi setiap tempat di kebun seorang Syaikh yang shalih, yaitu  Syaikh ‘Abdullah.

Kebun milik Syaikh dipenuhi oleh berbagai kebaikan berupa buah-buahan yang menghiasi ranting-ranting pohon, sehingga kebun Syaikh menjadi seperti salah satu surga Allah di muka bumi.
Oeh karena itulah, penduduk Dharawan menamakan kebun itu dengan sebutan ‘surga’. Sungguh, kebun itu benar-benar telah menjadi salah satu surga, sebab Syaikh yang shalih telah bekerja keras untuk menyemai dan menanam pepohonannya. Dia juga merawat tanaman dan pohon buah-buahan itu hingga pohon itu menghasilkan buahnya pada setiap musim.
Syaikh Shalih tak lain hanyalah seorang mukmin yang mengetahui hak-hak Allah pada harta, buah-buahan, dan tanam-tanamannya. Setiap masa panen tiba, dia selalu mengeluarkan hak Allah berupa zakat dari buah-buahan kebunnya yang seperti surga, sehingga kebunnya itu menjadi berkah dan dengan izin Allah dapat menghasilkan buahnya berlipat-lipat. Orang-orang fakir dan miskin yang ada di kota itu kemudian memakannya, sehngga kebun tersebut menjadi surga bagi orang-orang fakir disana. Mereka dapat bersenang-senang sembari makan hasil buah-buahannya yang baik. Mereka hidup bahagia di ‘surga’ Syaikh shalih, dan dia pun hidup dengan penuh keridhaan atas karunia yang telah Allah berikan kepadanya berupa rizqi yang baik lagi luas.
Disana tidak ada yang mengkhawatirkan atau mencemaskan sang Syaikh dalam kehidupannya, kecuali sikap beberapa anaknya yang sering menentangnya dalam hal zakat dan mengeluarkan shadaqah kepada orang-orang fakir. Namun demikian, Syaikh selalu berharap mereka diberi petunjuk oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketiga orang anak Syaikh ‘Abdullah berkumpul saat ayah mereka sedang berada di luar rumah. Tanda-tanda kemarahan dan ketidak setujuan tampak pada mereka terhadap semua yang dilakukan oleh ayah mereka, setelah dia mengeluarkan zakat tanam-tanaman dan memberikannya kepada orang-orang fakir.
Anak yang sulung berkata:  “Apa yang dilakukan oleh ayah kita dengan sedekahh yang di keluarkannya itu?”
Anak yang bungsu berkata: “Memang benar, zakat tanam-tanaman. Namun dia lupa bahwa kita benar-benar akan menjadi orang terkaya di Dharawan jika dia menjual semua hasil buah-buahannya, tanpa memberikan sebagiannya kepada orang-orang yang miskin itu.”
Anak yang pertengahan berkata: “Itu adalah hak Allah atas tanam-tanaman.”
Si bungsu berkata: “Apakah Allah memerintahkan kepada ayah untuk menyia-nyiakan harta dan memberikannya kepada setiap orang yang mengaku dirinya fakir?”
Si sulung berkata: “Atau, barangkali Allah telah memerintahkan kepadanya untuk melupakan  kita dari hasil buah-buahan itu?”
Anak yang tengah berkata: “Tidak, bahkan Allahlah yang menumbuhkan buah-buahan ini , sedang kita tidak melakukan apapun, kecuali hanya menanam benih di tanah, kemudian menyiraminya dengan air. Adapun tanam-tanaman itu , sesungguhya Allah memberikan perintah kepadanya sehingga ia menjadi besar, tumbuh, kemudian menjadi pohon setelah sebelumnya menjadi benih, lalu pepohonan itu pun memberikan buahnya dengan perintah Allah.”
Si bungsu berkata: “Ah, itu hanyalah isapan jempol belaka, tidak ada gunanya. Yang jelas, setiap hari kitalah yang menyiraminya dengan air, memelihara dan menjaganya dari hama.”
Anak yang tengah berkata: “Bahkan Allah lah yang menjaganya dari tertimpa api yang akan membakarnya, atau dari hujan yang akan menenggelamkannya, atau bahkan dari hama yang tidak dapat kita lihat atau kita atasi. Apa yang dikeluarkan oleh ayah kita adalah sebagian dari hak Allah dan bukan seluruhnya. Seandainya Allah memerintahkan kita mengeluarkan hak itu seluruhnya, niscaya kita tidak akan kebagian apapun.”
Si sulung berkata: “Kami mengakui terhadap hak Allah, tapi apakah Allah memerintahkan agar ayah kita memeberikannya kepada orang-orang fakir dan miskin?”
Anak yang tengah menjawab: “Ya, sebab Allah telah membarikan kita harta dan buah-buahan, dan Dia menjadikan kita orang-orang yang mendapatkan amanah pada kedua hal itu. Sementara Allah pun menjadikan sebagian orang sebagai orang-orang fakir, agar orang kaya memberikan sebaian hartanya kepada orang yang fakir, sehingga mereka dapat hidup. Jika kita tidak memberikan apa pun kepada orang-orang yang fakir, darimana mereka dan keluarganya akan makan?”
Anak sulung berkata: “Lalu kenapa setiqp orang dari mereka tidak bekerja sendiri dan makan dari hasilnya?”
Anak yang tengah menjawab: “Sebagian mereka bekerja, tapi Allahlah Yang Maha Pemberi rizki. Dia meluaskan rizki kepada sebagian dari kita dan menyempitkannya kepada sebagian yang lain untuk menguji kita, juga untuk mengetahui dengan nyata siapa yang menunaikan hak Allah dan siapa yang tidak menunaikannya.”
Anak yang bungsu berkata: “Kamu seperti ayah kita, dan nampaknya penyakit pada keluarga kita sudah merupakan penyakit keturunan.”
Sekarang anak yang tengah berkata: “ akat kamu anggap sebagai penyakit ? Laa haula wa laa quwwata illa billaah, semoga Allah memberi petunjuk kepada kalian berdua, wahai saudara-saudaraku yang mulia!”
Ketiga orang itu kemudian berpisah. Anak yang tengah pergi mengikuti jejak ayahnya, sementara kedua saudaranya yang lain pergi menjauh dari ayahnya dan menghabiskan malam-malam berikutnya dengan penuh kemarahan dan kejengkelan terhadap ayah dan saudara mereka.
Salah seorang yang fakir datang ke kebun Syaikh ‘Abdullah untuk meminta sejumlah buah-buahan buat anaknya yang sedang sakit dan menangis tiada hentinya karena tidak menemukan sesuatu pun yang dapat di makannya. Syaikh kemudian masuk ke dalam kebun untuk memetik buah-buahan, kemudian memberikan sebagiannya. Setelah itu Syaikh memberikan sejumlah uang kepadanya. Tiba-tiba si fakir berdoa dengan suara keras : ‘ Semoga Allah memberkatimu pada harta dan “surga” mu. Semoga Allah juga memberkatimu, wahai Syaikh yang baik.”
Syaikh kemudian menatap anak-anaknya dan berkata: “Karena doa seperti inilah Allah memberikan keberkahan kepada kita pada kebun dan buah-buahan kita, wahai anak-anakku.”
Hanya saja, anak yang sulung pergi sambil menggigit kedua bibirnya karena marah. Dia berkata: “Bahkan, karena si fakir dan orang-orang seperti inilah kita bakal tidak mendapatkan satu biji buah atau satu dirham pun untuk kita makan.”
Syaikh kemudian marah dan berkata: “Allah tidak akan memberikan keberkahan apapun kepadamu dan saudara-saudaramu selama kamu dalam keadaan sekikir ini.”
Anak yang tengah turut campur tangan untuk menenangkan ayahnya. Dia berkata: “Ayah, sesungguhnya saudaraku tidak bermaksud apapun. Dia hanya bermaksud bahwa ayah sudah mengeluarkan zakat harta dan buah-buahan, sehingga kita tidak perlu mengeluarkan zakat buah-buahan dan harta lagi.”
Syaikh berkata: “Wahai anakku, sesungguhnya sedekah itu dapat memadamkam kemurkaan Allah dan meninggikan derajat orang-orang mukmin di surga. Sesungguhnya Allah akan memberikan untuk satu biji yang di shadaqahkan seratus kebaikan. Jika kita bershdaqah dengan tujuh biji buah, niscaya Allah akan menjadikan pada tiap-tiap biji buah itu pahala seratus biji buah, yakni semuanya menjadi tujuh ratus biji buah, sedangkan satu kebaikan akan dibalas dengan sepuluh kebaikan yang serupa. Jadi, jumlah keseluruhannya  akan menjadi tujuh ribu kebaikan. Allah akan menambah dan melipatgandakan pahala bagi siapapun yang Dia kehendaki, sebab Allah Maha Pemberi karunia yang agung.”
Anak yang tengah berkata: ”Apalagi pahala untuk orang-orang yang bershadaqah, Ayah?”
Syaikh berkata: “Allah akan memberikan pahala kepadanya yang tidak Dia berikan kepada seorang manusia pun.
Sesungguhnya pada hari kiamat matahari dekat dengan kepala, sehingga manusia membutuhkan naungan dan air karena sangat haus. Mereka tidak akan mendapatkan, selain naungan ‘Arsy Allah.
Diantara tujuh kelompok yang akan Allah masukkan ke dalam naungan-Nya pada hari tiada naungan selain naungan-Nya adalah orang yang mengeluarkan sedekahnya dengan tangan kanannya, kemudian menyembunyikan dari tangan kirinya, sehingga tangan kirinya  tidak tahu apa yang di infakkan tangan kanannya.”
Anak yang bungsu berkata dengan nada sinis: “Tapi di dunia kita butuh harta, bukan kebaikan.”
Anak yang tengah menjawab: “Tapi di akhirat kita tidak memerlukan apapun, selain kebaikan, dan akhirat lebih baik dan lebih kekal. Ketika kamu berdiri di hadapan Allah, tidak akan pernah berguna harta dan kekayaan itu, sebab itu akan hilang dan lenyap setelah kematianmu.”
Syaikh ‘Abdullah berkata: “Ketahuilah, bahwa orang yang tidak mengeluarkan zakat harta itu akan Allah jadikan pada hari kiamat kelak sebagai tontonan bagi yang lain, karena Allah akan menyiksanya dengan siksaaan yang pedih. Orang yang tidak mengeluarkan zakat akan dikurung pada hari kiamat dalam sebuah kurungan yang  terbuat dari api, hingga Allah selesai dari menghisab semua makhluk-Nya dari Adam ‘Alaihissalam hingga orang yang paling terakhir matinya.
Allah kemudian mengalihkan perhatian-Nya dengan pandangan yang murka kepada orang-orang yang tidak mengeluarkan zakatnya. Setelah itu hartanya akan berubah menjadi kalung api di lehernya, kemudian api membakar harta emas dan perak simpanannya. Selanjutnya, kening, lambung, dan punggungnya akan disetrika dengan api itu.”
Saudara sulung berkata tanpa mendengarkan perkataan ayahnya: “Bahkan aku akan bertobat sebelum mati dan Allah akan mengampuniku. Dengan demikian, aku dapat menikmati harta di dunia dan surga di akhirat.”
Meski ayahnya tidak mendengarkannya, namun Allah dapat mendengar, sebab Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar segala suara. Tiada sesuatu pun yang samar bagi-nya, karena Dia adalah Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Allah tidak akan menerima tobat orang yang melakukan dosa dan lupa bahwa Allah hanya menerima tobat dari orang-orang yang berniat untuk tobat, bukan orang-orang yang berniat untuk maksiat.
Semuanya kemudian berpisah ketika waktu shalat telah tiba. Ketika Syaikh ‘Abdullah bersujud, dia memanjatkan doanya: “Ya Allah, berilah petunjuk kepada anak-anakku.”
“ Aku berpesan kepada kalian untuk berbuat baik kepada orang-orang fakir dan tidak melupakan zakat hak Allah yang ada pada kebun kita.”
Demikian perkataan Syaikh ‘Abdullah di atas pembaringannya saat sedang sakit keras, sehingga tidak lama kemudian sakitnya ini membawanya kepada kematian. Rupanya Allah menghendaki pria yang baik dan pemilik ‘surga’ itu wafat, beberapa saat sebelum waktu panen tiba .
Ketiga bersaudara itu kemudian kembali setelah mereka memakamkan ayah mereka. Mereka menangisi kematian ayahnya dan bersedih karena berpisah dengannya. Setelah itu masing-masing mereka pulang ke rumah kediamannya masing-masing.
Ketika pagi menyingsing, mereka pergi menuju ke kebun tempat mereka mempersiapkan segala sesuatu untuk musim panen yang sudah dekat waktunya. Mereka mempersiapkan kebun mereka untuk menjemput musim panen ini dengan penuh kebahagiaan karena kebun tersebut memberikan hasil buah-buahan yang berlimpah ruah.
Buah-buahan yang ada di atas pohon itu seperti bintang yang menyinari langit atau lampu yang menghiasi pepohonan. Karunia itu begitu melimpah dan rizki itu sangat banyak, sehingga masing-masing dari mereka melilhat ‘surga’ itu dan mengharapkan seandainya ayah mereka masih hidup, niscaya dia akan turut merasakan kebahagiaan mereka, karena buah-buahan yang begitu banyak.
Ketiga orang itu kembali ke rumah mereka dan pembicaraan itu mulai bergulir diantara mereka.
Anak sulung berkata: “ Atas alasan apa kita harus memberikan harta kita kepada orang-orang fakir.”
Anak yang tengah menjawab: “ Ini adalah hak Allah, dan Dia telah memerintahkan ini kepada kita untuk mengeluarkannya. Demikian  juga ayahmu pun telah mewasiatkannya kepadamu sebelum dia meninggal dunia.”
Anak yang bungsu berkata: “Sesungguhnya ayah kita itu bodoh. Dia memberikan buah-buahan dan hartanya kepada orang-orang fakir. Seandainya kita menjual buah-buahan itu, niscaya kita akan menjadi orang paling kaya dan kita pun dapat menyimpan harta yang banyak.”
Anak yang tengah menjawab: “Kamu memaki ayahmu dan menuduhnya bodoh, dan kamu juga melarang zakat?”
Anak sulung berkata: “Janganlah kamu memaki ayah kita. Inilah kesalahan dirimu. Namun kamu benar jika kamu mengatakan bahwa pada tahun ini kita tidak akan memberikan sedikitpun dari buah-buahan itu kepada orang-orang fakir.”
Anak yang tengah berkata : “ Bagaimana ? Bagaimana mungkin kamu melarang sesuatu yang telah Allah perintahkan kepada kita. Apakah kamu telah lupa akan semua hal yang pernah dikatakan tentang hal ini?”
Anak bungsu berkata: “Dia saudara tuamu. Dengarkanlah apa yang dia katakan. Laksanakan apa yang dia perintahkan, kecuali kami pun akan mengharamkanmu mendapatkan buah-buahan ini.”
Anak sulung berkata: “Saudaraku, itu adalah harta kita, sedang ayahmu –semoga Allah merahmatinya- telah mengeluarkan zakat selama bertahun-tahun lamanya. Kita akan menyimpan harta ini dan tidak mengeluarkan zakatnya hanya untuk tahun ini saja. Setelah itu, kita akan mengeluarkan zakat harta ini pada setiap tahunnya.”
Anak yang tengah berkata: “Jangan lakukan itu  saudaraku, sebab barang siapa yang tidak memberikan zakat sekali, maka untuk selanjutnya berat baginya untuk mengeluarkannya.”
Anak bungsu berkata:  “Zakat, hak Allah, orang-orang fakir. Tinggalkan semua ini marilah kita buat kesepakatan, niscaya kita akan menjadi orang yang kaya raya. Harta dan buah-buahan itu akan menjadi milik kita, sedang orang-orang fakir itu, cukuplah mereka mendapatkan zakat itu di waktu-waktu yang sebelumnya.”
Anak sulung berkata: ”Aku puya ide.”
Anak bungsu bertanya: “Apa itu ?
Anak sulung berkata : “ Kita akan memanen pada malam hari dan kita akan memetik buah-buahan itu sebelum subuh, sebelum orang-orang fakir dan miskin itu masuk ke dalam kebun. Apabila orang-orang fakir itu datang pada pagi hari, mereka tidak akan mendapatkan buah-buahan itu sedikitpun. Mereka kemudian kembali tanpa membawa buah-buahan dan kita dapat melakukan apa yang kita inginkan.”
Anak yang tengah berkata: “Saudaraku, takutlah kamu kepada Allah. Mengapa kalian tidak bertasbih kepada Allah dan memanjatkan puji dan bersyukur kepada-Nya atas kenikmatan yang telah Dia karuniakan kepada kalian dan memohon ampunan kepada-Nya?”
Anak bungsu menjawab: “Kami akan memohon ampunan tapi setelah panen nanti.”
Malam telah menyelimutkan kegelapannya kepada alam, sehingga sebagian manusia tidak dapat melihat sebagian yang lain, karena kegelapan malam yang pekat.
Dari rumah Syaikh ‘Abdullah ketiga orang bersaudara itu pergi secara sembunyi-sembunyi di pagi yang masih gelap  karena mereka takut di dengar oleh salah seorang miskin, sebab ayah mereka –semoga Allah merahmatinya- selalu mengundang orang-orang yang fakir pada hari panen dan memberitahukan mereka tentang waktunya.
Karena saudara yang tengah di khawatirkan akan membongkar rahasia itu, maka kedua saudaranya pun memintanya bersumpah dengan mengatasnamakan Allah bahwa hari itu tidak akan ada seorang miskin pun yang menemui mereka.
Hal itu dilakukan oleh kedua orang itu karena mereka tahu bahwa saudaranya yang tengah pasti akan menaati perintah mereka. Dengan demikian, mereka berkeyakinan mampu untuk mencegah agar tidak mengeluarkan zakat. Masing-masing dari mereka dalam perjalanannya menuju ke kebun dibuai oleh khayalan akan mendapatkan harta yang banyak, yang akan masuk ke dalam kas mereka setelah mereka dapat menjual buah-buahan itu. Jika harta itu telah masuk ke dalam kas mereka, maka mereka dapat membeli berbagai barang, kemudian dapat menjualnya lagi, sehingga harta mereka akan bertambah dan semakin bertambah, sampai menjadi seperti gunung layaknya. Dengan harta itu, mereka akan membeli kebun yang banyak, sehingga mereka tidak hanya memiliki sebuah kebun, tetapi seribu kebun. Selanjutnya, orang-orang akan menjadi budak dan pembantu mereka.
Mereka berjalan dengan membawa impiannya masing-masing, hingga mereka sampai di kebun itu. Tiba-tiba mereka menemukan kegelapan yang sangat pekat, hingga salah seorang dari mereka hampir tidak dapat melihat tangannya sendiri.
Saudara sulung kemudian berseru: “Mengapa segelap ini ? Aku tidak dapat melihat pintu kebun.”
Saudara bungsu menjawab: “Aku benar-benar tersesat. Kita tersesat jalan.”
Saudara yang tengah berkata: “Bahkan kita menjadi orang yang tidak mendapat hasil apa-apa. Allah telah mengharamkan kita dari buah-buahan di kebun itu. Tidakkah sekarang kalian melihat lokasi kebun itu telah menjadi tanah yang gosong. Sekarng Allah telah menghukum kita, sehingga  ‘surga’ yang ayah kalian telah bersusahpayah disana dan kalian tidak ingin mengeluarkan zakat darinya itu pun terbakar habis dan menjadi arang. Bukankah telah aku katakan kepada kalian bahwa hal itu akan terjadi jika kalian tidak bertasbih dan bersyukur kepada-Nya?
“ Maha Suci Tuhan kita. Sesungguhnya kita adalah orang-orang yang zalim.”
Mereka kemudian saling mencela, kemudian berkata: “Aduhai, celakalah kita. Sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas lagi zhalim. Mudah-muahan Allah akan memberi pengganti kepada kita dengan (kebun) yang lebih baik daripada kebun kita ini. Sesungguhnya kita telah bertobat kepada Allah dan sesungguhnya kita mengharapkan ampunan dari Tuhan kita.”
Namun mereka menyesal pada saat penyesalan tidak lagi berguna dan mengakui dosa setelah datang hukuman. Oh, seandainya saja mereka mengeluarkan zakat harta mereka sebagaimana yang telah Allah perintahkan kepada mereka.
Sumber:  Kisah-Kisah dalam Alquran untuk Anak, Dr. Hamid Ahmad Ath-Thahir, Irsyad Baitus Salam.

cerita Nabi

Allah Ta’ala mengutus Nabi Hud ‘alaihissalam kepada bangsa ‘Aad, generasi pertama yang tinggal di daerah Ahqaf di wilayah Hadhramaut (Yaman), ketika semakin bertambahnya kejahatan dan kesewenang-wenangan mereka terhadap para hamba Allah Ta’ala. Mereka berkata, sebagaimana dalam ayat,
“Siapakah yang lebih besar kekuatannya dari kami?” (Fushshilat:15)

Selain itu, kaum ‘Aad juga melakukan kesyirikan terhadap Allah Ta’ala dan pendustaan terhadap para rasul. Maka, Allah Ta’ala mengutus Nabi Hud ‘alaihissalam ke tengah-tengah mereka untuk mengajak mereka agar menyerahkan segala ibadah hanya untuk Allah Ta’ala satu-satunya dan melarang dari perbuatan syirik serta kesewenang-wenangan terhadap hamba-hamba Allah Ta’ala.
Beliau mengajak kaumnya dengan segala cara serta mengingatkan mereka akan berbagai nikmat yang telah Allah Ta’ala berikan berupa kebaikan dunia, kelebihan rezeki, dan kekuatan fisik. Tapi mereka menolak seruan tersebut dan menampakkan sikap sombong, tidak mau menyambut seruan Nabi Hud ‘alaihissalam. Mereka bahkan mengatakan, seperti diceritakan Allah Ta’ala,
“Wahai Hud, kamu tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti yang nyata.” (Hud: 53)
Mereka telah melakukan pendustaan dengan pernyataan ini. Karena tidak ada satu nabi pun, melainkan pasti telah Allah Ta’ala berikan ayat-ayat, yang semestinya dengan ayat itu semua orang akan beriman. Seandainya tidak ada yang menjadi ayat-ayat (tanda-tanda kebenaran) para rasul tersebut kecuali ajaran agama yang mereka bawa itu sendiri, itu pun sudah cukup menjadi dalil atau bukti paling utama bahwasanya ajaran agama ini berasal dari sisi Allah Ta’ala.
Di samping kokoh dan sistematisnya untuk kemaslahatan manusia, kapan dan di mana saja, sesuai dengan situasi dan kondisi, kebenaran berita yang ada dalam agama ini berupa perintah terhadap seluruh kebaikan dan larangan dari segala kejahatan, turut menjadi bukti kebenaran para rasul. Juga masing-masing rasul itu membenarkan rasul yang datang sebelumnya dan menjadi saksi akan kebenaran dakwahnya. Sekaligus membenarkan dan menjadi saksi pula bagi rasul yang akan datang setelahnya.
Nabi Hud ‘alaihissalam sendirian dalam berdakwah. Beliau menganggap mimpi-mimpi kaumnya sebagai suatu kebodohan dan menyatakan mereka sesat, serta mencela sesembahan mereka. Sementara kaum Nabi Hud ‘alaihissalam adalah orang-orang yang tubuhnya sangat kuat dan suka berbuat sewenang-wenang. Mereka menakut-nakuti Nabi Hud ‘alaihissalam dengan sesembahan mereka. Bila tidak berhenti berdakwah, niscaya Nabi Hud ‘alaihissalam—menurut ancaman mereka—akan ditimpa penyakit gila dan kejelekan. Namun Nabi Hud ‘alaihissalam justru terang-terangan melemparkan tantangan kepada mereka dan berkata,
“Sesungguhnya aku jadikan Allah sebagai saksiku dan saksikanlah oleh kalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian persekutukan, dari selain-Nya. Sebab itu kerahkanlah segala tipu daya kalian terhadapku dan janganlah kalian memberi tangguh kepadaku. Sesungguhnya aku bertawakal kepada Allah Rabbku dan Rabb kalian. Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya Rabbku di atas jalan yang lurus.” (Hud: 54—56)
Maka, ayat mana lagi yang lebih besar dari tantangan Nabi Hud ‘alaihissalam kepada musuh-musuhnya yang sangat menentang seruan beliau dengan berbagai macam cara. Ketika kejahatan mereka telah melampaui batas, Nabi Hud ‘alaihissalam meninggalkan dan mengancam mereka dengan turunnya azab Allah Ta’ala. Maka datanglah azab tersebut menyebar di seluruh cakrawala. Mereka dilanda kekeringan yang ganas sehingga sangat membutuhkan siraman air hujan.
Di saat mereka dalam keadaan bergembira melihat awan tebal di atas mereka dan berkata,
“Inilah awan yang akan menurunkan hujan.” (al-Ahqaf: 24)
Allah Ta’ala pun berfirman,
“(Bukan)! Bahkan itulah azab yang kalian minta supaya datang dengan segera.” (al-Ahqaf: 24)
Yaitu, kalian minta disegerakan dengan ucapan kalian, “Datangkanlah apa yang engkau janjikan kepada kami bila engkau orang yang benar.”
Allah Ta’ala berfirman,
“(Yaitu) angin yang mengandung azab yang pedih, yang menghancurkan segala sesuatu.” (al-Ahqaf: 24—25)
Yakni, menghancurkan semua yang dilaluinya. Allah Ta’ala berfirman,
“Yang Allah timpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam delapan hari terus-menerus. Maka kamu lihat kaum ‘Aad pada waktu itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul-tunggul pohon kurma yang telah kosong (lapuk).” (al-Haqqah: 7)
“Maka jadilah mereka tidak ada yang terlihat lagi kecuali (bekas-bekas) tempat tinggal mereka. Demikianlah Kami memberi balasan kepada kaum yang berdosa.” (al-Ahqaf: 25)
Semua itu terjadi di saat mereka dahulu senantiasa tertawa gembira, berada dalam kemuliaan yang sempurna, kemewahan dunia yang berlimpah, seluruh kabilah dan daerah-daerah di sekitarnya tunduk kepada mereka. Kemudian tiba-tiba Allah Ta’ala kirimkan kepada mereka angin yang sangat kencang dalam beberapa hari secara terus-menerus agar mereka merasakan siksaan yang menghinakan dalam kehidupan dunia. Padahal sungguh azab akhirat itu lebih menghinakan, sedangkan mereka tidak diberi pertolongan.
“Dan mereka selalu diikuti dengan kutukan di dunia ini dan (begitu pula) di hari kiamat. Ingatlah, sesungguhnya kaum ‘Aad itu kafir kepada Rabb mereka. Ingatlah, kebinasaanlah bagi kaum ‘Aad (yaitu) kaumnya Hud itu.” (Hud: 60)
Allah Ta’ala menyelamatkan Nabi Hud ‘alaihissalam serta orang-orang yang beriman bersamanya. Sesungguhnya di dalam kisah ini benar-benar terdapat ayat (bukti) yang menunjukkan kesempurnaan kekuasaan Allah Ta’ala serta pemuliaan-Nya terhadap para rasul dan para pengikut mereka, pertolongan Allah Ta’ala kepada mereka di dalam kehidupan dunia dan pada hari berdirinya saksi-saksi (hari kiamat).
Juga ayat (tanda) tentang batilnya kesyirikan, serta kesudahannya yang sangat buruk dan mengerikan. Di dalamnya terdapat bukti atas kehidupan sesudah mati dan dikumpulkannya seluruh manusia.
Pelajaran Penting dari Kisah Nabi Hud ‘Alaihissalam
Sebagaimana juga dalam kisah Nabi Nuh ‘alaihissalam, di dalam kisah ini terdapat beberapa pelajaran yang sama pada semua rasul, antara lain:
1.    Allah Ta’ala dengan hikmah-Nya mengisahkan tentang berita umat-umat yang bertetangga dengan kita di Jazirah Arab dan sekitarnya. Al-Qur’an telah menyebutkan metode paling tinggi dalam memberikan pelajaran atau peringatan. Allah Ta’ala juga telah menerangkan berbagai pelajaran dengan keterangan yang sebenar-benarnya. Tentunya tidak diragukan lagi bahwa di daerah-daerah lain yang lebih jauh dari kita, di timur ataupun di barat, telah Allah Ta’ala utus seorang rasul kepada mereka.
Begitu pula telah dipaparkan bagaimana sambutan, penolakan, atau pemuliaan serta akibat yang mereka terima. Tidak ada satu umat pun melainkan telah Allah Ta’ala utus kepada mereka seorang rasul.
2. Sangat bermanfaat bagi kita untuk mengingat kondisi daerah di sekitar kita serta apa yang kita terima dari generasi ke generasi. Juga apa yang dapat disaksikan dari peninggalan mereka kapan pun kita melewati bekas pemukiman mereka. Kita pun dapat memahami bahasa dan tabiat mereka lebih dekat, membandingkan dengan tabiat kita. Tentu saja manfaat ini sangat besar dan lebih pantas kita ingat daripada memaparkan keadaan umat yang belum pernah kita dengar tentang mereka, yang tidak kita kenal bahasa mereka, dan tidak sampai kepada kita keadaan mereka seperti yang Allah Ta’ala ceritakan kepada kita.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa mengingatkan orang dengan sesuatu yang lebih dekat dengan pemahaman mereka, lebih sesuai dengan keadaan mereka serta lebih mudah mereka dapatkan, akan lebih bermanfaat bagi mereka dibandingkan yang lain. Tentunya lebih pantas untuk disebutkan dengan cara yang lain meskipun juga mengandung kebenaran. Namun kebenaran itu bertingkat-tingkat. Seorang pengajar atau pendidik, bila dia menempuh cara ini, dan berupaya keras menyebarkan ilmu serta kebaikan kepada manusia dengan jalan-jalan yang mereka kenal, tidak membuat umat lari dari dakwah. Atau dengan suatu metode yang lebih tepat untuk menegakkan hujjah terhadap mereka, niscaya akan bermanfaat.
Allah Ta’ala telah mengisyaratkan hal ini pada bagian akhir kisah bangsa ‘Aad. Firman Allah Ta’ala,
“Dan sesungguhnya Kami telah membinasakan negeri-negeri di sekitar kalian, dan Kami telah mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami berulang-ulang.” (al-Ahqaf: 27)
Yakni telah Kami sebutkan berbagai macam ayat atau tanda kekuasaan Kami,
“Supaya mereka kembali (bertaubat).” (al-Ahqaf: 28)
Yaitu agar lebih mudah untuk mendapatkan pelajaran.
3. Menjadikan bangunan-bangunan yang besar dan megah sebagai suatu kebanggaan, kesombongan, dan perhiasan serta menindas hamba-hamba Allah Ta’ala dengan sewenang-wenang adalah perbuatan yang sangat tercela dan merupakan warisan generasi yang melampaui batas. Sebagaimana diterangkan Allah Ta’ala dalam kisah bangsa ‘Aad yang diingkari oleh Nabi Hud ‘alaihissalam,
“Apakah kalian mendirikan bangunan pada tiap-tiap tanah yang tinggi untuk bermain-main?” (asy-Syu’ara: 128)
Secara umum bangunan untuk istana, benteng, rumah, dan bangunan lainnya; mungkin saja dijadikan tempat tinggal karena memang dibutuhkan. Kebutuhan itu sendiri beraneka ragam dan berbeda-beda tingkatnya. Semua ini adalah perkara mubah (dibolehkan) dan justru menjadi wasilah (sarana) kepada kebaikan apabila disertai dengan niat yang lurus.
Atau dapat pula dijadikan sebagai benteng pertahanan dari serangan musuh dan menjaga keamanan suatu daerah, atau manfaat lain bagi kaum muslimin. Ini juga termasuk rangkaian jihad di jalan Allah Ta’ala, berkaitan dengan perintah harus berhati-hati terhadap musuh.
Namun, bisa saja itu semua dimanfaatkan demi kesombongan dan kekejaman terhadap hamba-hamba Allah Ta’ala, atau pemborosan harta yang sebenarnya dapat digunakan di jalan yang bermanfaat. Ini tentu saja merupakan hal yang sangat dicela oleh Allah Ta’ala pada bangsa ‘Aad atau yang lainnya.
4. Pelajaran yang lain bahwa akal pikiran ataupun kecerdasan dan yang mendukung semua itu serta hasil atau pengaruh yang ditimbulkan, betapa pun besar dan luasnya, tetap tidak akan bermanfaat bagi pemiliknya kecuali bila ia imbangi dengan keimanan kepada Allah Ta’ala dan para rasul-Nya.
Sedangkan orang yang menentang ayat-ayat Allah Ta’ala, mendustakan para rasul Allah Ta’ala, walaupun mendapatkan kesempatan atau diberi tangguh untuk menikmati kehidupan dunia, kesudahan yang akan dia hadapi nanti sangatlah buruk. Pendengaran, penglihatan, dan akalnya tidak akan dapat membelanya sedikit pun jika datang keputusan Allah Ta’ala. Sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan dalam kisah ‘Aad,
“Dan sesungguhnya Kami telah meneguhkan kedudukan mereka dalam hal-hal yang Kami belum pernah meneguhkan kedudukanmu dalam hal itu dan Kami memberikan kepada mereka pendengaran, penglihatan, dan hati; tetapi pendengaran, penglihatan, dan hati mereka itu tidak berguna sedikit pun bagi mereka, karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan mereka telah diliputi oleh siksa yang dahulu selalu mereka perolok-olokkan.” (al-Ahqaf: 26)
Dalam ayat lain,
“Karena itu, tidaklah bermanfaat sedikit pun kepada mereka sesembahan yang mereka seru selain Allah, di waktu azab Rabbmu datang. Dan sesembahan itu tidaklah menambah kepada mereka kecuali kebinasaan belaka.” (Hud: 101)
Wallahu a’lam. (Asysyariah.com)
Penulis: Ustadz Idral Harits hafizhahullah

cerita teladan

Alkisah, tersebutlah sepasang suami istri yang tengah bersiap menikmati hidangan ayam panggang di meja makan. Mereka hidup dengan berkecukupan. Tiba-tiba pintu rumah mereka diketuk oleh seorang pengemis. Sang istri ingin memberinya makanan, akan tetapi suaminya kemudian menghardik dan mengusir pengemis itu.
Tidak berapa lama kemudian, usaha si suami mengalami kebangkrutan. Kekayaannya sirna. Selain itu, Karena perangainya yang buruk, ia juga bercerai dengan istrinya. Sang wanita kemudian menikah lagi dengan seorang pria yang baik perangainya lagi hidup berkecukupan.
Suatu ketika, wanita itu tengah bersiap menikmati hidangan ayam panggang di meja makan bersama suami barunya. Tiba-tiba pintu rumahnya diketuk oleh seorang pengemis.
“Tolong berikan makanan kita kepadanya,” pinta si pria kepada istrinya.
Wanita itu mematuhi kata suaminya.
Ketika kembali, wanita itu menangis tersedu-sedu.
“Apa yang membuatmu menangis?” tanya suaminya.
“Pengemis tadi ternyata adalah suamiku. Dahulu, kami juga pernah didatangi oleh pengemis ketika tengah menikmati hidangan, lalu ia menghardik dan mengusir pengemis itu. Sekarang, ternyata ia justru menjadi pengemis.”
Suaminya berkata lembut, “Tahukah engkau, pengemis yang dulu diusirnya itu adalah aku.”

Sumber kisah: al-Mustathraf fi Kull[i] Fann Mustazhraf, vol. I, hlm. 27.
*******
Allah `Azza wa Jalla berfirman:
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَن تَشَاء وَتَنزِعُ الْمُلْكَ مِمَّن تَشَاء وَتُعِزُّ مَن تَشَاء وَتُذِلُّ مَن تَشَاء بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَىَ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، تُولِجُ اللَّيْلَ فِي الْنَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الَمَيَّتَ مِنَ الْحَيِّ وَتَرْزُقُ مَن تَشَاء بِغَيْرِ حِسَابٍ
Katakanlah: “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” [QS Āli `Imrān/3: 26-27.]
Semoga kisah bermanfaat bagi kita semua.
Disusun oleh Ustadz Adni Kurniawan, Lc.

Senin, 24 Oktober 2016

Contoh sk Komite

SURAT KEPUTUSAN  SDN 3 BUNGUR
Nomor : 042.1/145/SD3/....

TENTANG :
SUSUNAN PENGURUS KOMITE SEKOLAH
SD NEGERI 3 BUNGUR
PERIODE 2011/2013


Kepala SD NEGERI 3 BUNGUR

Menimbang          :    a.      Bahwa dalam rangka mencapai tujuan pendidikan nasional melalui peningkatan mutu, efisiensi penyelenggaraan pendidikan dan   demokratisasi maka dirasa perlu adanya dukungan dan peran             masyarakat secara optimal.
                                 b.      Bahwa dukungan dan komitmen masyarakat terhadap          penyelenggaraan pendidikan yang bermutu perlu didorong untuk        bersinergi dalam suatu wadah komite sekolah.
                                 c. Bahwa sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka di pandang        perlu untuk menetapkan komite SD NEGERI 3 BUNGUR.
                           
Mengingat            :   1.  Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintah Daerah.  
                                 2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem  Pendidikan      Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia    Tahun 2003         Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara     Republik Indonesia           Nomor 4301);
                                 3. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar               Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia   Tahun            2005 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara   Republik Indonesia             Nomor 4496);
                                 4. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No.            044/U/2002 tahun 2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite           Sekolah.

Memperhatikan    :    1. Hasil Rapat komite SD NEGERI 3 BUNGUR dengan orang tua/wali siswa baru SD NEGERI 3 BUNGUR Tanggal  30 April 2011
                                 2.Program Kerja  SD NEGERI 3 BUNGUR tahun pelajaran 2011/2012
Memutuskan

Menetapkan

pertama               :    Memberhentikan dengan hormat Pengurus Komite yang lama dengan ucapan terima kasih atas segala jasa dan pengabdiannya selama kepengurusan.
Kedua                  :    Mengangkat Pengurus Komite Sekolah yang baru periode 2011/2013 yang komposisi dan personalianya sebagaimana tercantum dalam lampiran surat keputusan ini.
Ketiga                  :    Dalam melaksanakan tugas kegiatan dapat berperan sebagai pemberi pertimbangan, dukungan, pengontrol dan sebagai mediator antara pemerintah dan masyarakat dalam merealisasikan seluruh kebijakan dan program pada SD NEGERI 3 BUNGUR.
Keempat              :    Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini akjan di perbaiki sebagaimana mestinya.
Kelima                 :    Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan : Di Tolitoli
Tanggal     : 30 April 2011

     SD NEGERI 3 BUNGUR





ABDUL KADIR,S.Pd
       NIP. 


Tembusan :
  1. Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah Raga
Kabupaten Kep 
  1. Dewan  Pendidikan Kabupaten..........................
  2. Arsip




















Lampiran Surat Keputusan Kepala SD NEGERI 3 BUNGUR
Nomor             : 042.1/145/SD3/
Tanggal           : 30 April  2011
Tentang           : Pengurus Komite Sekolah SMA Negeri 1 Tolitoli Tahun 2011


PENGURUS KOMITE SEKOLAH
SD NEGERI 3 BUNGUR
Tahun Pelajaran 2011/2012

K e t u a                   :  .........................
Wakil Ketua              :  .........................
Sekretaris                 :  .......................
Wakil Sekretaris        :  .........................
Bendahara                :  .........................
Anggota                    : 1. .........................
                                   2. .........................
                                   3. .........................
                                   4. .........................
                                   5. .........................
                                   6. .........................
                                   7. .........................
                                   8. .........................


Kepala Sekolah





Abdul Kadir,S.Pd
NIP. 






L